Raden Walangsungsang dan Putri Rarasantang adalah putra putri Prabu Siliwangi, Raja Kerajaan Pajajaran. Prabu Siliwangi beragama Buddha. la kembali ke agama lamanya itu setelah istrinya, Nyi Mas Subanglarang (ibunda Walangsungsang dan Rarasantang) wafat.
Suatu ketika, Walangsungsang dan Rarasantang pergi
menemui Syekh Idlofi di Cirebon untuk belajar agama Islam, tanpa seizin sang
ayah. Mereka belajar agama Islam dengan tekun. Setelah beberapa lama, Syekh
Idlofi menyuruh Walang sungsang membuka hutan di selatan Gunung Jati untuk
dijadikan sebuah pedukuhan. Walangsungsang pun melaksanakan perintah itu.
Pedukuhan itu kemudian diberi nama Tegal Alang¬alang dan Walangsungsang
dijadikan sebagai pemimpin pedukuhan itu dengan gelar Pangeran Cakrabuana.
Pada suatu hari Syekh Idlofi memerintahkan Pangeran
Cakrabuana dan Rarasantang untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah.
Pangeran Cakrabuana dan Rarasantang pun berangkat. Di
tanah suci Mekah, mereka tak hanya berhaji, tetapi juga memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama Islam.
Rarasantang kemudian menikah dengan Sultan Syarif
Abdullah, Raja Mesir yang seorang duda. Sultan Syarif Abdullah mengganti nama
Rarasantang menjadi Syarifah Mudaim. Mereka pun dikaruniai dua orang putra,
yakni Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. Sementara itu, setelah tiga
tahun tinggal di Mesir, Pangeran Cakrabuana kembali ke Cirebon. Setiba di
Cirebon, dibangunnya sebuah negeri dengan nama Caruban Larang.
Di Mesir, Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah
belajar Islam dengan rajin dan tekun. Pada saat Syarif Hidayatullah berusia dua
puluh tahun, ayahnya wafat. Sebagai anak yang paling tua, ia ditunjuk untuk
menggantikan sang ayah sebagai Raja Mesir. Namun, Syarif Hidayatullah menolak.
Diserahkannya takhta pada sang adik. Beberapa bulan kemudian, Syarif
Hidayatullah dan sang ibu kembali ke Cirebon.
Dalam perjalanan ke Cirebon itu, Syarif Hidayatullah
dan ibunya singgah di Mekah, Gujarat, serta Pasai. Tahun 1475 mereka pun tiba
di Cirebon. Pangeran Cakrabuana menyambutnya dengan sangat sukacita. Ketika itu
Syekh Idlofi sudah wafat. Syarif Hidayatullah ‘pun meneruskan jejak Syekh
Idlofi mengajarkan agama Islam.
Pangeran Cakrabuana kemudian menikahkan Syarif
Hidayatullah dengan putrinya, Pakungwati, dan mengangkatnya sebagai penguasa
baru Caruban Larang. Syarif Hidayatullah kemudian pergi ke Pajajaran untuk
menemui kakeknya, Prabu Siliwangi.
Prabu Siliwangi menyambut Syarif Hidayatullah dengan
penuh kasih dan sukacita. Ketika Syarif Hidayatullah mengajaknya masuk Islam,
Prabu Siliwangi menolak. Namun, ia tidak menghalangi Syarif Hidayatullah
menyebarkan agama Islam di wilayah Pajajaran. Syarif Hidayatullah kemudian
meneruskan perjalanan. la tiba di satu daerah persawahan di Banten.
“Serang!” seru Syarif Hidayatullah, sambil menatap
kagum hamparan padi menguning di depannya.
Ketika itu penduduk Banten sudah mengenal agama Islam
dari para pedagang Arab dan Gujarat yang berlabuh di pelabuhan Banten. Adipati
Banten menyambut baik kedatangan Syarif Hidayatullah. la juga tidak menghalangi
Syarif Hidayatullah menyebarkan agama Islam di daerah kekuasaannya. la bahkan
menikahkan Syarif Hidayatullah dengan putrinya, Ratu Kawunganten. Mereka
kemudian dikaruniai dua orang anak, Ratu Winaon dan Pangeran Sabakingking.
Pangeran Sabakingking kemudian dikenal sebagai Maulana Hasanuddin, Sultan
Banten I. Daerah persawahan tempat Syarif Hidayatullah pertama kali
menginjakkan kaki di Banten, kemudian dikenal dengan nama Serang (artinya
‘sawah’), sampai sekarang:
Kota Serang kini merupakan ibu kota Provinsi Banten.
sumber:
http;//sanjayamahfud.blogspot.com/2012/03/asal-usul-serang.html
sumber:
http;//sanjayamahfud.blogspot.com/2012/03/asal-usul-serang.html
1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar