Mendaki gunung tak jauh
berbeda dengan kehidupan. Terkadang kita melewati tanjakan yang terjal, hingga
kita hampir menyerah, terkadang juga kita menyusuri jalanan di tepi jurang, harus hati - hati
melangkah karena jika tidak, kita bisa terpeleset. Ketika terpeleset mampukah
kita melanjutkan perjalanan.
Terkadang
melewati turunan yang curam, terkadang hanya padang ilalang datar ratusan meter. Terkadang harus berhenti untuk
melepas lelah setelah perjalanan panjang.
Seperti halnya hidup, ketika menempuh perjalanan kita banyak mengeluh karena lelah atau menikmati saja pemandangan sekitar. Itu adalah pilihan. Dengan jalur yang sama, beban yang sama, sikap pendaki satu dengan yang lain tentu akan berbeda. Beratnya beban di punggung adalah bekal kita. Tidak murah memang segala bekal kita namun sangat sepadan dengan apa yang akan kita nikmati selama mendaki gunung.
Seperti halnya hidup, ketika menempuh perjalanan kita banyak mengeluh karena lelah atau menikmati saja pemandangan sekitar. Itu adalah pilihan. Dengan jalur yang sama, beban yang sama, sikap pendaki satu dengan yang lain tentu akan berbeda. Beratnya beban di punggung adalah bekal kita. Tidak murah memang segala bekal kita namun sangat sepadan dengan apa yang akan kita nikmati selama mendaki gunung.
Sesekali
kita membutuhkan orang lain untuk berpegangan ketika melewati titian. Terkadang
kita harus mempercayakan nyawa kita kepada teman kita ketika kita perlu
memanjat bagian gunung berupa
tebing yang curam. Sesekali kita membutuhkan teman kita untuk memasang tenda. Sesekali kita membantu merawat
teman yang sakit atau cidera dalam pendakian.
sumber :
http;//www/belantaraindonesia.org/2011/12/filosofi-pendakian-gunung.html
1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar