Gabungan
lima suku kata "notonogoro" satu-satunya ramalan Joyoboyo yang paling
sering diutak-atik dan digathuk-gathukkan oleh siapapun yang hendak memprediksi
siapa calon kepala negara baru yang kelak memimpin negeri seluas bekas
Majapahit/Hindia Belanda.
Notonogoro/notonegoro
sebagai kata kesatuan memiliki makna "seorang tokoh yang berkemampuan
menjadi kepala negara Nusantara yang adil dan dapat memakmurkan,
mensejahterakan, dan menjaga keadilah bagi segenap kehidupan rakyatnya."
Ramalan
Joyoboyo "notonogoro" jika dianggap merupakan gabungan lima suku kata
terakhir dari penggalan nama tokoh pemimpin, maka secara berurutan susunannya
adalah berikut: No, To, No, Go, Ro.
Dalam aksara Jawa maka varian dari suku kata No ialah Nyo, lebih luas
lagi agar tidak terkesan Javasentris maka varian lain yang tersedia adalah Na.
Begitu pula dengan To, suku kata kedua "notonogoro" maka varian
dalam aksara Jawa dari To ialah Tho, selanjutnya lebih luas lagi ialah Ta.
Untuk suku kata ketiga dari notonogoro yakni No, idem dengan No suku kata
pertama.
Suku kata keempat "go" yakni dalam aksara Jawa maka varian Go
ialah Ngo, Nggo, dan juga tentu saja Ga. Selanjutnya varian dari suku kata
terakhir notonogoro yakni "Ro" dalam aksara Jawa Ro tidak ada bentuk
lainnya, kecuali lebih luas lagi agar tidak Jawasentris adalah Ra.
Orde Baru
mulai berkuasa terhitung sejak 1967 dengan hasil Tap MPRS penuh rekayasa
terhadap dokumen Supersemar, ujungnya Soeharto marak sebagai penjabat presiden.
Dengan demikian MPRS juga telah "melengser keprabon"kan Bung Karno.
Orba sebagai
kekuatan sosial politik yang dominan menggelar pesta demokrasi yang diadakan
lima tahun sekali. Tak ada tokoh selain Pak Harto yang maju sebagai kontestan
pilpres, alhasil Pak Harto selalu menjadi calon tunggal yang ujungnya dipilih
oleh MPR dengan suara bulat. "Notonogoro" Joyoboyo pada waktu itu
merupakan hal tabu dibicarakan oleh siapa saja, dan jangan coba-coba untuk
berani meramalkan pemimpin Nusantara yang baru selain pilihan Orba. Maka yang
tengah terjadi tiap pesta demokrasi lima tahunan tak seorang pun berani membuka
pokok "notonogoro".
Mengapa
"notonogoro" begitu menjadi momok bagi Orba yang tidak pernah membuka
peluang munculnya calon kepala negara yang lain? Tentu saja agitasi dan
propaganda Orba yang hebat itu yang konon meniru teknik propaganda Hitler,
hasilnya sungguh luar biasa.... pada waktu itu yang terpampang di dunia politik
adalah masa mencekam, menyeramkan, dan siapapun tidak boleh membuat sekadar
ramalan munculnya tokoh yang potensial menjadi rival Soeharto -- yang fasis dan
otoriter karena memberangus semua lawan-lawan politiknya.
Ramalan
Joyoboyo "notonogoro" ini menjadi terjun bebas untuk dijadikan pokok
oleh semua orang sejak era reformasi, atau sejak tumbangnya kekuasaan Soeharto
pada 21 Mei 1998.
Tumbangnya
Soeharto dengan cara mengakhiri kekuasaannya melalui penyerahan langsung kepada
wakil presiden, memang tampaknya "sesuai" konstitusi. Soeharto yang
punya nama berakhiran TO ini pernah terpilih dalam sidang MPR sebanyak enam
kali berturut-turut begitu usai pemilu lima tahunan. Tumbangnya Soeharto yang
merupakan lawan politik Bung Karno pada akhirnya membuat semua lawan politik
Bung Karno itu terseret diadili oleh mahkamah sejarah.
Soekarno
yang memiliki No pada suku kata terakhir pada namanya itu telah mengawali
kelahiran Republik Indonesia, dan memerintah di wilayah seluas jajahan
Hindia-Belanda minus Irian Barat. Rakyat Papua sendiri yang serta-merta ikut
berjuang menyokong pembebasan wilayah Irian Barat dari penjajahan Belanda.
Dengan demikian sejak 1 Mei 1963 maka lunaslah Bung Karno memerintah luas
wilayah yang sama persis seluas wilayah jajahan Hindia-Belanda.
Peralihan
kekuasaan dari Bung Karno yang jatuh ke tangan Soeharto adalah tidak sah
menurut sebagian ahli hukum tatanegara karena "Supersemar" telah
dimanipulasi dan direkayasa sedemikian rupa hingga menghasilkan apa yang
disebut oleh para pakar asing sebagai "creeping coup d'etat"..
Tatanegara yang dekat dengan istilah ramalan Joyoboyo "notonogoro"
selama ini menghasilkan tokoh pemimpin antara lain Soekarno, Soeharto yang
memiliki kelebihan dan kekurangan dalam diri masing-masing. Persamaannya
tampaknya dapat dilihat dari segi bahwa keduanya ingin tetap bertahan dan
berkuasa terus-menerus layaknya para raja-raja Jawa di masa silam.
Berikut ini
urutan nama-nama presiden RI yang telah memerintah dikaitkan dengan lima suku
kata prediksi Joyoboyo "notonogoro", dan arti "notonogoro"
yakni panotogoro, panotoprojo yang mampu memimpin praja atau pemerintahan di
wilayah bekas Majapahit dan Hindia-Belanda.
1. Soekarno,
Soeharto, S.B. Yudhoyono = No-To-No (Go-Ro)
2. B.J.
Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri = kepala negara
(notonogoro/notonegoro)
Sesuai
prediksi Joyoboyo "notonogoro" yang terdiri dari dua jalur di atas
ini, maka pada jalur utama dapat diprediksi bahwa pemenang pilpres 2014 adalah
tokoh kontestan pilpres yang pada nama lengkapnya terakhir di dalamnya terdapat
akhiran suku kata Go, Ga, Ngo, Nggo.
Walaupun
kans yang terkuat adalah suku kata Go, masih terbuka peluang dan kesempatan
bagi siapapun untuk meraih kemenangan. Dalam hal ini yang dimaksud di sini
ialah bagi yang ikut menjadi kontestan pilpres 2014 jika pada nama akhirnya
memiliki suku kata selain daripada Go yakni pada nama lengkap bagian
belakangnya mengandung suku kata: No, To, dan Ro.
Ada bedanya
antara No, To, dan Ro dengan Go, maka yang No, To, dan Ro jika meraih
kemenangan dalam pilpres 2014 maka terdapat prediksi sederhana bahwa yang
bersangkutan akan mampu mencapai tahap "purna bhakti" 5 tahun. Akan
tetapi pada pilpres 2019 ia akan mengalami kekalahan. Sang kepala negara yang
bersangkutan yang incumbent tidak akan bisa menangkan pilpres untuk masa
periode kedua kalinya.
Sedangkan
prediksi di luar lima suku kata "notonogoro" atau menggunakan jalur
alternatif lainnya, dalam hal ini "notonogoro" diartikan secara
singkat "kepala negara", maka bagi barang siapapun yang kelak
terpilih sebagai kepala negara RI pada 2014, terdapatlah prediksi sederhana
bahwa masa pemerintahannya tidak dapat bertahan hingga "purna bhakti"
karena dihentikan di tengah jalan alias tidak genap dan tuntas 5 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar