Disadari
bahwa di tengah-tengah masyarakat saat ini tengah berlangsung krisis
multidimensional dalam segala aspek kehidupan. Kemiskinan, kebodohan,
kedzaliman, penindasan, ketidakadilan di segala bidang, kemerosotan moral,
peningkatan tindak kriminal dan berbagai bentuk penyakit sosial menjadi bagian
tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.
Dalam
keyakinan Islam, krisis multidimensi tadi merupakan fasad (kerusakan) yang
ditimbulkan oleh kemaksiyatan yang dilakukan manusia setelah sekian lama hidup
dalam sistem sekuleristik. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku
politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik
dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma
pendidikan yang materialistik.
Sistem
pendidikan yang materialistik telah gagal melahirkan manusia shaleh yang
sekaligus menguasai iptek sebagaimana yang dimau oleh pendidikan Islam.
Pendidikan yang materialistik lebih memberikan suatu basis pemikiran yang serba
terukur secara material, semisal gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan atau
apapun yang setara dan diilusikan harus segera dapat menggantikan investasi
pendidikan yang telah dikeluarkan. Dalam segi yang lain, disadari atau tidak
tengah terjadi proses penghilangan capaian nilai non materi berupa nilai
transendental yang seharusnya menjadi nilai paling utama dalam pendidikan. Atas
semua hal di atas, sampailah kepada kita satu kesimpulan yang sangat
mengkhawatirkan, yakni terasingkannya manusia dari hakikat visi dan misi
penciptaannya.
Solusi
Paradigmatis Krisis Pendidikan Islam
Satu-satunya
cara yang harus dilakukan untuk keluar dari krisis pendidikan itu adalah
mengembalikan proses pendidikan kepada konsepsi pendidikan Islam yang benar. Secara
paradigmatis, aqidah Islam harus dijadikan sebagai penentu arah dan tujuan
pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta
proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru serta budaya
sekolah yang akan dikembangkan. Paradigma baru yang berasaskan pada aqidah
Islam ini harus berlangsung secara berkesinambungan pada seluruh jenjang
pendidikan yang ada, mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi.
Selain itu,
harus dilakukan pula solusi strategis dengan menggagas suatu pola pendidikan
alternatif yang bersendikan pada dua cara yang lebih bersifat fungsional,
yakni: Pertama, membangun lembaga pendidikan unggulan dengan semua komponen
berbasis Islam, yaitu: (1) kurikulum yang paradigmatik, (2) guru yang amanah
dan kafaah, (3) proses belajar mengajar secara Islami, dan (4) lingkungan dan
budaya sekolah yang optimal. Dengan melakukan optimasi proses belajar mengajar
serta melakukan upaya meminimasi pengaruh-pengaruh negatif yang ada dan pada
saat yang sama meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan
pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan
arahan Islam. Kedua, membuka lebar ruang interaksi dengan keluarga dan
masyarakat agar dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan.
Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolah – keluarga – masyarakat
inilah yang akan menjadikan pribadi anak didik yang utuh sesuai dengan kehendak
Islam.
Berangkat
dari paparan di atas, maka implemetasinya adalah dengan mewujudkan lembaga pendidikan
Islam unggulan secara terpadu dalam bentuk Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu
(TKIT), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), Sekolah Menengah Islam Terpadu
(SMPIT), Sekolah Menengah Umum Terpadu (SMUIT), dan Perguruan Tinggi Islam
Terpadu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar